Selasa, 28 Februari 2017

Desa sunggingan kudus

Sejarah KYAI TELINGSING Dan DESA SUNGGINGAN

 Peristiwa itu terjadi pada diri Kanjeng Sunan Sungging. Pada suatu hari Kanjeng Sunan Sungging bermain layang- layang tersiratlah niat beliau untuk melihat dan berkeliling Wilayah Nusantara. Maka mulailah beliau merambat melalui benang layang-layang yang sedang melayang diangkasa. Pada waktu Kanjeng Sunan Sungging sampai ditengah- tengah angkasa, putuslah benang tersebut dan melayanglah beliau bersama layang-layang tersebut hingga sampai ke Tiongkok. Selang beberapa tahun, Kanjeng Sunan Sungging mempersunting seorang gadis Tiongkok. Dalam beberapa tahun kemudian hamillah istri tersebut dan melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama The Ling Sing. Setelah The Ling Sing menginjak dewasa, maka ayahandanya Kanjeng Sunan Sungging memberi petuah kepada anak tersebut. Apabila engkau ingin menjadi orang yang mulia di dunia dan akherat, maka ikutilah jejakku. Apakah yang ayahanda maksudkan ? Pergilah kau ke Kudus yang termasuk wilayah Nusantara, disanalah aku pernah berdiam. Maka berangkatlah The Ling Sing ke Kudus. Setelah ia sampai ketempat yang dituju, maka mulailah The Ling Sing menyiapkan diri untuk membenahi sekelilingnya dan berdakwah. Dimana pada waktu itu masyarakat Kudus masih kuat memeluk agama hindu. The Ling Sing yang lebih terkenal dengan sebutan Kyai Telingsing yang telah lama berdakwah telah lanjut usia ingin segera mencari penggantinya. Pada suatu hari Kyai Telingsing berdiri sambil menengok kekanan dan kekiri. (bahasa Jawa Ingak-Inguk) seperti mencari sesuatu. Tiba-tiba Sunan Kudus muncul dari arah selatan, dan secara tiba-tiba Sunan Kudus membangun masjid dalam waktu yang amat singkat, bahkan ada yang mengatakan masjid itu muncul dengan sendirinya. Berhubung dengan hal tersebut desa tempat masjid tersebut berdiri dinamakan desa Nganguk dan masjidnya dinamakan masjid nganguk wali. Akhirnya kedua tokoh tersebut bekerja sama dalam mengembangkan dakwah di Kudus. Dan dengan taktik dan siasat dari Kyai Telingsing dan Ja’far Shodiq (Sunan Kudus) akhirnya berhasillah cita-cita keduanya untuk menyebarkan Islam di Kudus. Pada suatu hari Sunan Kudus akan kedatangan rombongan tamu dari Tiongkok. Maka dipanggillah Kyai Telingsing untuk membuat sebuah kenang- kenangan kepada tamu tersebut. Oleh Kyai telingsing dibuatlah sebuah kendi yang bertuliskan indah di dalamnya. Setelah kendi tersebut jadi, maka segera diberikan kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus setelah melihat kendi yang menurutnya kurang bagus dan biasa-biasa saja yang tidak pantas untuk dihadiahkan kepada tamu dari Tingkok tersebut, wajahnya berubah sinis dan menerimanya dengan kurang berkenan dan dilemparlah kendi tersebut. Setelah kendi tersebut pecah, terdapatlah lukisan yang indah, dimana ditengah-tengahnya tertulis kalimat syahadat. Seketika itu terperanjatlah beliau menunjukkan kekagumanya, sehingga beliau menyadari, betapa kyai Telingsing adah seorang yang memiliki karomah. Diantara sabda dari Kyai Telingsing, “Sholat Sacolo Saloho Donga sampurna", artinya : Sholat adalah sebagai do’a yang sempurna Lenggahing panggenan Tersetihing ngaji artinya : Menempatkan diri pada sesuatu yang benar, suci dan terpuji. Beliau kini makamnya di kampung sunggingan-Kudus. Ada sebagian orang yang mengatakan kalau beliau adalah seorang pemahat yang masuk dalam aliran Sun Ging. Dari nama Sun Ging inilah kemudian terjadi kata Nyungging yang artinya memahat atau mengukir, dan dari kata Sung Ging itu pulalah terjadi namanya Sungingan sampai sekarang ini.

Amazing Offers: http://bit.ly/cheap_gadgets

Budaya daerah kudus

Seperti banyak daerah di Indonesia, Kabupaten kudus juga memiliki ragam kebudayaan yang menjadi ciri khas, dan membedakan Kabupaten kudus dari daerah-daerah lainnya di Indonesia. Akan saya jelaskan beberapa kebudayaan yang berasal dari daerah kudus.
  1. DANDANGAN
dandanganTradisi Dandangan merupakan sebuah tradisi dari Kabupaten Kudus yang diadakan untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Tradisi ini sudah ada sekitar 450 tahun lalu tepatnya pada zaman Sunan kudus. Dandangan merupakan pasar malam yang diadakan di sekitar menara Kudus, sepanjang jalan Sunan Kudus, dan meluas ke lokasi sekitarnya. Pada tradisi ini diperdagangkan beraneka ragam kebutuhan, mulai dari kebutuhan rumah tangga, pakaian, sepatu, sandal, hiasan keramik, sampai dengan mainan anak-anak, makanan dan juga minuman.

2.   BUKA LUWUR
68121_NpAdvHoverBuka luwur merupakan acara peringatan wafatnya Sunan Kudus atau disebut juga “Khaul” yang dilaksanakan setiap tanggal 10 muharam atau 10 syura. Buka Luwur dilaksanakan setiap tanggal 10 muharam atau 10 syura dikarenakan pada tanggal tersebut diyakini bahwa ilmu Tuhan diturunkan ke bumi, sehingga tanggal tersebut dianggap keramat oleh masyarakat Kudus.
Upacara Buka Luwur diawali dengan pencucian pusaka berupa keris yang diyakini milik Sunan Kudus yang dilakukan jauh sebelum tanggal 10 syuro. Kemudian pada tanggal 1 syuro dilaksanakan pelepasan kain putih penutup makam yang telah digunakan selama satu tahun, dan kain putih inilah yang disebut dengan “Luwur”. Tepat pada tanggal 9 syuro diadakan upacara berjanji sebagai tanda cinta terhadap nabi Muhammad SAW. Pada tanggal 10 syuro setelah shalat subuh dilaksanakanlah upacara penggantian kain putih penutup makam dan terlaksanalah upacara Buka Luwur.
3.   BULUSAN
46dcade31a08d1037e8120574546b369Tradisi bulusan di kota kudus sudah ada sejak sekitar abad 18 masehi pada zaman wali songo. Bulusan sendiri berasal dari bahasa jawa yaitu “Bulus” yang berarti kura-kura. Tradisi bulusan konon menceritakan tentang sekelompok orang yang di sabda oleh seorang wali.
Tradisi bulusan dilaksanakan tepat sepekan setelah hari raya idul fitri, diawali dengan acara arak-arakan makanan yang dimulai dari sawah yang dinamakan mojo bulus, upacara bulusan juga dimeriahkan dengan pertunjukkan wayang kulit 24 jam nonstop. Para warga mempercayai apabila upacara bulusan tidak dilaksanakan maka mereka akan mendapatkan kesialan.